TENTANG MASA DEPAN

Menurut saya bicara soal masa depan itu paling enak dan paling masuk sama orang yang baru kita kenal. Kenapa? Karna paling juga yang mereka tahu tentang kita cuma nama kita. Jadi mau cerita yang jelek-jelek juga dia mau cerita ke siapa lagi? Dijamin aman. Dari sini saya membenarkan anggapan saya kalau seseorang bisa lebih leluasa ngobrol sama orang asing ketimbang sama orang yang sudah lama dikenalnya, sekalian bisa evaluasi mungkin, ya.

Saya pernah ngobrol sama bule, namanya Richard asal dari Australia, saya kenal dia karna kita berdua gagal mendaki Merapi sampai puncak, jadilah kita ngobrol sampai pagi, mulai dari masalah macet sama kenapa ada orang yang lebih pilih tinggal di kampungnya ketimbang merantau. Saya lupa apa pekerjaan Richard tapi dia sudah berkeluarga, saya waktu itu masih anak kuliahan. Sampai hampir cahaya pagi mulai terlihat kita ngobrol dan masuklah ke bagian dimana kita ngobrolin soal bagaimana orang disini menikah, memilih pekerjaan, dan bagaimana orang-orang di sekitar saya menjalani hidupnya. Saya waktu itu juga belum banyak paham tentang kehidupan selain kuliah dan kerja.

Saya lebih banyak bicara waktu itu, menjelaskan bagaimana setelah selesai kuliah nanti saya akan memilih pekerjaan sebagai orang IT, entah di IT di bagian mana, lalu sembari bekerja saya akan menabung untuk menikah dan membeli rumah, lalu pindah ke tempat yang lebih saya sukai untuk menghabiskan waktu hidup. Richard hanya membalasnya dengan beberapa kali menanyakan tentang dunia IT di Indonesia, dia punya pengetahuan tentang apa yang saya pelajari waktu itu, lalu dengan keberlangsungan obrolan saya dan Richard ada pertanyaannya yang kalau saya ingat waktu itu jawaban yang saya berikan sangat asal-asalan (yang penting selamat dari pertanyaan si bule). Saya tidak begitu ingat pertanyaannya tapi kurang lebih begini “Is everything you mentioned about life earlier gonna make you complete?” Waktu itu saya cuma jawab “Yes, because that’s a very simple life”. Richard mempertanyakan apakah saya akan merasa lengkap kalau saya sudah memenuhi rencana hidup yang saya tuliskan diatas itu.

Sekali lagi, jawaban saya “Yes, because that’s a very simple life” hanya jawaban cari selamat, sebetulnya saya kepikiran yang lain-lain saat itu, tapi karna capek banget setelah coba mendaki gunung saya jadi merasa berhak menjawab seperti itu. Pertanyaan si Richard itu sering banget saya pikirkan setiap kali terfikir soal masa depan dan soal kebahagiaan. Setelah 4 tahun diberikan pertanyaan begitu sekarang baru saya akan bahas di public journal saya ini.

Masalah, masalah dan masalah

Tidak semua hal besar berjalan mulus dan baik-baik saja di kehidupan saya, mulai dari kuliah, pekerjaan, hubungan, pertemanan, bahkan bisnis. Saya sempat berfikir kalau saya ini orang paling sial, dekat dengan kegagalan, orang yang tidak bahagia walau sering kali tertawa dan bersenang-senang. Lalu saya bertanya pada diri sendiri, “Bagaimana dengan masa depan yang saya rencanakan dan saya inginkan?” “Apa saya akan kena stroke di usia muda lalu mati?”. Sering kali saya merasa stress ketika suatu rencana tidak berjalan sesuai dengan keinginan saya, ketika sesuatu tidak seperti yang saya inginkan.

Bermula dari penghujung tahun 2018 muncul keinginan yang begitu besar untuk memperbaiki hal-hal yang saya anggap rusak, demi mengejar mimpi masa depan yang saya dambakan. Beberapa hal berhasil saya perbaiki, namun ada beberapa hal juga yang saya tinggalkan begitu saja.

Perjalanan memperbaiki diri ini membuat saya berhenti merokok dan membelinya, menjual mobil, berhenti menjalankan bisnis, dan menjauhi beberapa teman-teman, dan mulai bekerja sebagai seorang guru. Saya juga mulai belajar programming dan menulis. Membaca juga menjadi bagian dari keseharian saya, dan dari perjalanan ini saya mulai mengerti tentang apa arti masa depan, atau setidaknya saya memiliki pandangan yang baru tentang hal itu.

Our past was once our future

originally by me of course

Ketika ada kesulitan saya selalu mencoba evaluasi dan bertanya pada diri sendiri “How many times in my life was I faced with difficulties but ended up overcoming them?” Berapa kali dalam hidup ini saya diberikan masalah dan kesulitan seolah-olah masalah tersebut datang tanpa solusi dan pada akhirnya masalah yang ada tadi terselesaikan dengan cara yang bahkan awalnya tidak terfikirkan oleh saya. Like. it’s not the end of the world.

Pasrah bukan lah menyerah

Semua itu juga menjadikan saya pribadi yang lebih “letting go” atau “pasrah” tentang masa depan saya nanti. Dan disinilah saya rasa akan banyak orang yang salah paham mengartikannya. Kepasrahan yang saya maksud tidak dibarengi dengan berkurangnya usaha atau bahkan menyerah pada keadaan. Mudahnya: if you try something and it doesn’t work out well then maybe you have to do it differently or try other things.

If you can’t afford a working table it’s probably about time to build one

by me again the master of making quotes LOL

The result of letting go

Saya akan kesulitan menjelaskan betapa besarnya dampak dari “kepasrahan” yang sekarang ada pada diri saya, I feel more relaxed and happier! Most importantly I feel more alive. Pandangan saya tentang masa depan telah berubah, jika dulu saya memiliki rencana dan ambisi untuk masa depan maka sekarang bagi saya masa depan adalah hal yang tak perlu dikhawatirkan, mau atau tidak kita semua akan sampai di masa depan. Dan masa depan yang baik bagi saya adalah masa depan yang penuh akan kebahagiaan bukan kelelahan.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: